1.
Sifat fisikokimia bahan aktif obat (API)
Setiap
bahan obat memiliki ciri-ciri kimiawi dan fisika tersendiri yang menjadikannya
unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar identifikasi bahan dan
untuk pengujian. Sifat fisika
kimia memegang peranan penting dalam menentukan metode yang tepat untuk
formulasi suatu obat karena sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar untuk
menjelaskan aktifitas biologis obat sehingga didapatkan suatu sediaan yang
efektif, stabil dan aman.
Ciri-ciri
kimiawi dan fisika yang unik dari sutau bahan obat ditentukan bukan oleh uji
analisis dan metode yang digunakan untuk identifikasinya serta pengujiannya,
tapi berhubungan dengan formulasi, bentuk sediaan, kestabilan, efektivitas, dan
keamanan. Bahan obat harus tetap stabil untuk jangka waktu umur produk yang
sesuai dengan yang ditentukan, harus sesuai secara kimia dan fisika dengan
semua komponen-komponen lainnya dalam formulasi. Contohnya, zat pengisi yang ditambahkan dalam sebuah formulasi
tablet untuk penyesuian bobot dan ukuran tablet sesuai dengan yang ditetapkan
adalah zat yang inert secara farmakologi.
2.
Struktur dan bobot molekul
Struktur
dari zat aktif merupakan
sifat fisika kimia yang berperan dalam menentukan metode studi preformulasi.
Dimana zat aktif yang memiliki struktur molekul panjang akan lebih sukar larut
daripada yang memiliki struktur molekul pendek. Zat aktif yang memiliki
struktur molekul panjang mengandung jumlah rantai karbon yang panjang atau
lebih dari lima rantai karbon. Hal ini yang menyebabkan zat aktif obat akan
sukar larut.
Berat molekul juga merupakan faktor sifat fisika yang
mempengaruhi studi preformulasi karena faktor ini akan mempengaruhi kelarutan,
keretakan dan lelehan dari zat aktif obat. Banyak sekali bahan polimer yang
tergantung pada berat molekulnya, hal ini dapat dilakukan dengan menghitung
jumlah rantai per satuan berat dengan cara analisis kimia langsung (analisisi
gugus ujung). Disamping itu juga dapat ditentukan dengan cara pengamatan secara
fisik yaitu menggunakan metode hamburan cahaya, ultrasentrifugasi, viskositas
dan tekni kromatografi permeasi gel.
3.
Warna dan bau
Warna,
rasa dan bau juga sangat penting, tergantung dari penerima obat. Jika pasien
itu adalah anak-anak otomatis ada perbedaan rasa, warna maupun bau dengan
penerima obat yang lain. Dalam hal ini orang dewasa dan anak-anak akan lebih
menyukai obat yang memiliki rasa, warna dan bau khas yang membuat mereka
menyukai obat tersebut.
Bau
dari zat aktif obat
merupakan hal yang penting dalam preformulasi suatu obat karena kebanyakan
zat-zat obat yang digunakan sekarang tidak menari keadaan alamiahnya. Preparat-preparat
farmasi modern memberikan ke pasien suatu obat yang formulasinya menarik untuk
dicium dan dicicipi. Kombinasi pemberi pengharum dan rasa yang tepat dalam
suatu produk farmasi mempunyai andil terhadap dapat diterimanya preparat
tersebut oleh pasien.
Sedangkan
zat pemberi warna dalam
preparat farmasi digunakan sebagai pembantu untuk memberi rasa yang digunakan
dan untuk tujuan kekhasan suatu produk. Suatu pemberi warna menjadi suatu
bagian integral dari suatu formulasi. Untuk jumlah pewarna yang umum ditambahkan ke preparat
cairan berkisar antara 0,0005 dan 0,001% tergantung pada pemberi warna dan
intensitas warna yang diinginkan.
4.
Ukuran partikel, bentuk, dan
kristalinitas
Sifat-sifat
fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi, rasa,
texture. Warna dan kestabilan. Sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana
ukuran partikel dan zat murni yang dapat mempengaruhi formulasi dan kemanjuran
(efikasi) produk. Khususnya yang menarik adalah efek ukuran partikel terhadap
absorpsi obat. Ukuran pertikel terbukti secara bermakna mempengaruhi profil
absorpsi oral dari obat-obat tertentu seperti griseofulvin, nitrofurantoin,
spironolakton, dan prokain penisilin.
Keseragaman isi yang memuaskan dalam bentuk sediaan padat
sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada
seluruh formulasi yang sama. Untuk serbuk-serbuk dalam kisaran kira-kira 44
mikron atau lebih besar, pengayakan atau penyeleksian merupakan metode yang
paling luas digunakan dari analisis ukuran. Mikroskopik optis seringkali
merupakan tahap pertama dalam penentu ukuran partikel dan bentuk untuk zat obat
baru tersebut. Untuk melakukan suatu evaluasi ukuran partikel kuantitatif harus
dihitung paling sedikit (minimum) 1.000 partikel.
Kristalinitas
juga merupakan salah satu faktor formulasi yang penting. Kebiasaan kristal dan
struktur dalam suatu obat dapat mempengaruhi sifat-sifat bulk dan sifat-sifat
fisika-kimia, yang mempunyai kisaran dari kemampuan mengalir sampai ke
stabilitas kimia. Kebiasaan (habit) adalah uraian penampilan luar dari suatu
kristal, sedangkan struktur dalam (internal structure) adalah susunan molekul
dalam zat padat tersebut. Perubahan struktur dalam biasanya mengubah kebiasaan
kristal tersebut, sedangkan perubahan-perubahan kimia, misalnya dari konversi
dari suatu garam natrium menjadi bentuk asam bebasnya, menghasilkan perubahan
dalam struktur dalam dan kebiasaan kristal.
5.
Suhu lebur
Suhu
lebur atau titik lebur juga diperlukan, karena pada permukaan suatu
informasi biasanya digunakan suhu tinggi dan suhu rendah. Suhu sangat
berpengaruh dalam melakukan stabilitas suatu bahan obat. Suhu yang terlalu
rendah mungkin bisa membuat zat-zat aktif yang terkandung dalam
obat menjadi terurai.
Suhu
lebur adalah suhu dimana
suatu zat berubah dari keadaan padat menjadi agregat. Didalam bidang farmasi
suatu senyawa obat murni dapat ditentukan kemurniannya dengan salah satunya
jalan melalui titik leburnya. Selain itu penentuan titik lebur dari suatu bahan
obat juga digunakan dalam pembuatan sediaan obat (terutama untuk obat yang
diberikan secara rectal) dan diperlukan pada penentuan cara penyimpanan suatu
sediaan obat agar tidak dapat atau mudah rusak pada suhu kamar tertentu. Dengan
menentukan titik lebur dari suatu sample maka akan dapat diketahui apakah zat
tersebut murni ataukah sudah terkontaminasi dengan pengotoran zat-zat lainnya.
Contohnya penentuan titik
lebur aspirin dengan menggunakan labu tile. Pada prinsipnya titik lebur suatu
kristal adaalh temperatur dimana zat padat tersebut mulai melebur dibawah
tekanan satu atmosfer. Dari hasil percobaan ini diperoleh titik lebur aspirin
sebesar 141o C.
6.
Higroskopisitas
Banyak
bahan-bahan obat, terutama bentuk-bentuk garam yang larut dalam air mempunyai
kecenderungan unutk mengadsorbsi kelembapan atmosfer adsorpsi dan kesetimbangan
lembap (uap air) dapat tergantung pada humiditas atmosfer (kelembapan udara),
temperatur, luas permukaan, paparan, dan mekanisme pengambilan lembap. Bahan-bahan
yang mudah mencair mengadsorpsi air dalam jumlah cukup untuk melarut dengan
sempurna, sebagaimana pengamatan dengan natrium klorida pada suatu hari yang
lembap.
Zat-zat
higroskopis lain mengadsorpsi air karena pembentukan hidrat atau tempat adsorpsi
spesifik. Pada sebagian besar bahan higroskopis, perubahan level lembap dapat
sangat mempengaruhi tolak ukur yang penting seperti stabilitas kimia, kemampuan
alir (flowability), dan kemampuan untuk bercampur (kompatibilitas).
7.
Spektra absorban
Spektra dapat diperoleh dari suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang tertentu melalui suatu sampel.
Spektrofotometri merupakan suatu alat yang berguna untuk mempelajari
keseimbangan kimia atau untuk menentukan laju reaksi kimia, zat kimia yang
mengambil bagian dalam keseimbangan harus mempunyai spektra absorbsi yang
berbeda dan seseorang dengan mudah mengamati variasi absorbsi pada panjang
gelombang tertentu untuk setiap zat, sedang pH atau variabel kesetimbangan
lainnya diubah-ubah. Jika seseorang menentukan konsentrasi dengan menggunakan
hukum Beer dan mengetahui pH larutan maka dia dapat menghitung perkiraan pKa
suatu obat. Contohnya jika obat merupakan suatu asam bebas (HA)
dalam kesetimbangan dengan basanya (A-), maka
pKa
= pH + log [HA] / [A-]
8.
Kelarutan
Suatu
sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama
kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar
manjur secara terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan
menghasilkan suatu efek terapeutik, ia pertama-tama harus berada dalam larutan.
Senyawa-senyawa
yang tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak
menentu. Jika kelarutan dari obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus
diberikan untuk memperbaiki kelarutannya. Kelarutan obat biasanya ditentukan
dengan metode kelarutan kesetimbangan, dengan mana kelebihan obat ditempatkan
dalam suatu pelarut dan diaduk pada suatu temperatur konstan selama periode
waktu yang diperpanjang sampai kesetimbangan diperoleh.
Pengkajian
kelarutan prafoemulasi terpusat pada sistem-sistem obat-pelarut yang dapat
terjadi selama penyampaian suatu kandidat obat. Sebagai contoh, suatu obat
untuk pemberian oral harus diuji kelarutannya dalam media yang mempunyai
konsentrasi ion klorida isotonis dan pH asam. Walaupun rute pemberian mungkin
tidak secara nyata ditentukan pada waktu itu, pengertian profil kelarutan obat
dan mekanisme penglarutan yang memungkunkan, memberi suatu dasar bagi
penelitian formulasi selanjutnya. Pengkajian kelarutan praformulasi biasanya
meliputi penentuan pKa, ketergantungan temperatur, profil pH-kelarutan,
produk-produk kelarutan, mekanisme penglarutan (solubilisasi), dan laju
disolusi.
9.
Koefisien partisi
Untuk
menghasilkan respon farmakologi, suatu molekul obat harus melewati membran
biologis. Membran terdiri dari protein dan bahan lemak yang bertindak sebagai
penghalang lipofilik tempat lalu lintas obat. Ketahanan penghalang terhadap
perpindahan obat berhubungan dengan sifat lipofilik dan molekul yang sedang
dipindahkan.
Koefisien
partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat.
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut
sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut
lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi
lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan
air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka
hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif.
Koefisien
partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam
pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi juga merupakan hal yang
sangat penting dan perlu diperhatikan. Terdapat dua tahapan kerja obat topikal
agar dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan
menuju ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk
mencapai tempat aksinya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kedua tahapan
tersebut adalah kondisi kulit, sifat fisikokimia obat sepert kelarutan obat
dalam basis, koefisien partisi, koefisien difusi dan sifat fisikokimia basis
gel seperti ukuran partikel. viskositas basis, pH basis dan sebagainya.
10. Konstanta
ionisasi
Ionisasi
sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke dalam
membrane biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan
aktivitas biologis, pada umamnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi
ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya. Kebanyakan senyawa obat berupa asam atau basah lemah
dan memiliki karakter ionik dan mempengaruhi proses transfer melalui sel
membran. Diketahui bahwa pada umunya membran biologi bersifat liofilik
dan obat berpenetrasi melewati barier membran dalam bentukmolekul merupakan
parameter absorpsiobat memegang peranan penting, sehingga dibutuhkan penelitian
stabilitas dibutuhkan penelitian stabilitas dan solubilitas mobat dalam
larutan. Contoh : Fenobarbital, turunan asam barbiturate
yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasi dapat menembus sawar darah
otak dan menimbulkan efek penekan fungsi system saraf pusat dan pernapasan.
11. Aktivitas
optikal
Aktivitas optik bisa terjadi karena ketidaksimetrisan
molekul zat, atau karena sifat kristal secara keseluruhan. Larutan gula
merupakan pemutar kanan (dextrorotatory), aktivitas optisnya merupakan pengaruh
dari sifat molekul gulanya, atau pada kristal kuarsa optis yang aktivitas
optisnya berhubungan dengan susunan kristalnya.
Aktivitas optis kristal kuarsa ini akan hilang jika
kuarsa yag berrsangkutan dilebur atau dibiarkan membeku.
Contohnya Gula memiliki dua
kelompok yang didenotasikan dengan l dan d. Kelompok ini dipengaruhi oleh
Glyceraldihide CH2OHCHOHCHO, isomer dari glyceraldehide inilah yang
memutar bidang cahaya polarisasi. Bentuk spiral pada molekul gula mengakibatkan
larutan gula mempunyai indeks bias yang berbeda. Hal ini berarti bahwa kedua
komponen ini mempunyai cepat rambat yang berbeda. Sehingga jika suatu cahaya
dilewatkan, setelah menempuh jarak tertentu didalam larutan gula, komponen
polarisasi lingkaran ini akan mempunyai fasa yang berbeda. Karena perbedaan
fase tersebut maka arah getar cahaya bidang berubah.
12. Bentuk
kristal dan amorf
Bahan-bahan
obat padat bisa ada sebagai zat kristal murni dengan bentuk tertentu yang dapat
diidentifikasi atau sebagai partikel-pertikel amorf struktur tertentu. Karakter
kristal atau amorf dari suau zat obat bisa penting sekali dalam memudahkan
formulasi dan penanganannya.
Bentuk
amorf yang khas dibuat dengan pengendapan cepat, liofilisasi, atau pendinginan
cepat dari cairan yang meleleh. Karena bentuk amorf biasanya mempunyai energi
termodinamis yang lebih tinggi daripada bentuk kristal, kelarutan dan laju
disolusinya umumnya lebih besar. Pada penyimpanan, zat padat amorf cenderung
untuk berubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih stabil. Zat obat tertentu bisa
dihasilkan dalam bentuk kristal atau amorf, karena bentuk amorf dari suau zat
kimia biasanya lebih mudah larut dibandingkan dengan bentuk kristalnya,
banyaknya absorpsi obat yang berbeda bisa dihasilkan dengan akibat berbedanya
derajat aktivitas farmakologis yang diperoleh dari masing-masing. Dalam hal
lain, bentuk kristal dari obat bisa digunakan karena kestabilannya yang lebih
besar dibandingkan dengan bentuk amorfnya.
Misalnya,
bentuk kristal penisilin G baik sebagai garam kalium atau natrium jauh lebih
stabil daripada bentuk amorf analognya. Jadi, dalam kerja formulasi yang
meliputi penisilin G, bentuk kristal dipilih yang menghasilkan respons terapi
yang baik.
13. Sifat-sifat
keadaan padat
Zat padat memiliki susunan partikel yang teratur,
terus berdekatan, dan gaya tarik menarik antar partikelnya pun sangat kuat,
gerak partikelnya juga tidak bebas, sifat zatnya berbentuk tetap dan volumenya
pun juga tetap mengikuti zat tersebut
14. Hidrat
dan interaksi dengan air
Hidrat
dan interaksi dengan air harus diperhatikan dalam preformulasi suatu sediaan.
Hidrat adalah ikatan yang terbentuk apabila ada interaksi antata obat dengan
air.
Bila
pelarutnya adalah air, kompleksnya disebut hidrat. Batasan-batasan hemihidrat,
monohidrat, dan dihidrat menjelaskan bentuk hidrat dengan ekuivalen molar air
sama dengan setengah, satu, dan dua. Senyawa yang tidak mengandung air sama
sekali dalam struktur kristalnya disebut anhidrat. Identifikasi dari
senyawa-senyawa hidrat yang mungkin adalah penting, karena kelarutannya dalam
air dapat bermakna kurang dari bentuk anhidratnya. Konversi dari senyawa
anhidrat menjadi hidrat dalam bentuk sediaan tersebut bisa mengurangi laju
disolusi dan besarnya absorpsi obat.
Literatur nya ada gak?
BalasHapus