Pages

Kamis, 12 Juni 2014

Preformulasi

1.        Sifat fisikokimia bahan aktif obat (API)
Setiap bahan obat memiliki ciri-ciri kimiawi dan fisika tersendiri yang menjadikannya unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar identifikasi bahan dan untuk pengujian. Sifat fisika kimia memegang peranan penting dalam menentukan metode yang tepat untuk formulasi suatu obat karena sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar untuk menjelaskan aktifitas biologis obat sehingga didapatkan suatu sediaan yang efektif, stabil dan aman.
Ciri-ciri kimiawi dan fisika yang unik dari sutau bahan obat ditentukan bukan oleh uji analisis dan metode yang digunakan untuk identifikasinya serta pengujiannya, tapi berhubungan dengan formulasi, bentuk sediaan, kestabilan, efektivitas, dan keamanan. Bahan obat harus tetap stabil untuk jangka waktu umur produk yang sesuai dengan yang ditentukan, harus sesuai secara kimia dan fisika dengan semua komponen-komponen lainnya dalam formulasi. Contohnya, zat pengisi yang ditambahkan dalam sebuah formulasi tablet untuk penyesuian bobot dan ukuran tablet sesuai dengan yang ditetapkan adalah zat yang inert secara farmakologi.
2.        Struktur dan bobot molekul
Struktur dari zat aktif merupakan sifat fisika kimia yang berperan dalam menentukan metode studi preformulasi. Dimana zat aktif yang memiliki struktur molekul panjang akan lebih sukar larut daripada yang memiliki struktur molekul pendek. Zat aktif yang memiliki struktur molekul panjang mengandung jumlah rantai karbon yang panjang atau lebih dari lima rantai karbon. Hal ini yang menyebabkan zat aktif obat akan sukar larut.
Berat molekul juga merupakan faktor sifat fisika yang mempengaruhi studi preformulasi karena faktor ini akan mempengaruhi kelarutan, keretakan dan lelehan dari zat aktif obat. Banyak sekali bahan polimer yang tergantung pada berat molekulnya, hal ini dapat dilakukan dengan menghitung jumlah rantai per satuan berat dengan cara analisis kimia langsung (analisisi gugus ujung). Disamping itu juga dapat ditentukan dengan cara pengamatan secara fisik yaitu menggunakan metode hamburan cahaya, ultrasentrifugasi, viskositas dan tekni kromatografi permeasi gel.
3.        Warna dan bau
Warna, rasa dan bau juga sangat penting, tergantung dari penerima obat. Jika pasien itu adalah anak-anak otomatis ada perbedaan rasa, warna maupun bau dengan penerima obat yang lain. Dalam hal ini orang dewasa dan anak-anak akan lebih menyukai obat yang memiliki rasa, warna dan bau khas yang membuat mereka menyukai obat tersebut.
Bau dari zat aktif obat merupakan hal yang penting dalam preformulasi suatu obat karena kebanyakan zat-zat obat yang digunakan sekarang tidak menari keadaan alamiahnya. Preparat-preparat farmasi modern memberikan ke pasien suatu obat yang formulasinya menarik untuk dicium dan dicicipi. Kombinasi pemberi pengharum dan rasa yang tepat dalam suatu produk farmasi mempunyai andil terhadap dapat diterimanya preparat tersebut oleh pasien.
Sedangkan zat pemberi warna dalam preparat farmasi digunakan sebagai pembantu untuk memberi rasa yang digunakan dan untuk tujuan kekhasan suatu produk. Suatu pemberi warna menjadi suatu bagian integral dari suatu formulasi. Untuk jumlah pewarna yang umum ditambahkan ke preparat cairan berkisar antara 0,0005 dan 0,001% tergantung pada pemberi warna dan intensitas warna yang diinginkan.
4.        Ukuran partikel, bentuk, dan kristalinitas
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi, rasa, texture. Warna dan kestabilan. Sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana ukuran partikel dan zat murni yang dapat mempengaruhi formulasi dan kemanjuran (efikasi) produk. Khususnya yang menarik adalah efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Ukuran pertikel terbukti secara bermakna mempengaruhi profil absorpsi oral dari obat-obat tertentu seperti griseofulvin, nitrofurantoin, spironolakton, dan prokain penisilin.
Keseragaman  isi yang memuaskan dalam bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada seluruh formulasi yang sama. Untuk serbuk-serbuk dalam kisaran kira-kira 44 mikron atau lebih besar, pengayakan atau penyeleksian merupakan metode yang paling luas digunakan dari analisis ukuran. Mikroskopik optis seringkali merupakan tahap pertama dalam penentu ukuran partikel dan bentuk untuk zat obat baru tersebut. Untuk melakukan suatu evaluasi ukuran partikel kuantitatif harus dihitung paling sedikit (minimum) 1.000 partikel.
Kristalinitas juga merupakan salah satu faktor formulasi yang penting. Kebiasaan kristal dan struktur dalam suatu obat dapat mempengaruhi sifat-sifat bulk dan sifat-sifat fisika-kimia, yang mempunyai kisaran dari kemampuan mengalir sampai ke stabilitas kimia. Kebiasaan (habit) adalah uraian penampilan luar dari suatu kristal, sedangkan struktur dalam (internal structure) adalah susunan molekul dalam zat padat tersebut. Perubahan struktur dalam biasanya mengubah kebiasaan kristal tersebut, sedangkan perubahan-perubahan kimia, misalnya dari konversi dari suatu garam natrium menjadi bentuk asam bebasnya, menghasilkan perubahan dalam struktur dalam dan kebiasaan kristal.
5.        Suhu lebur
Suhu lebur atau titik lebur  juga diperlukan, karena pada permukaan suatu informasi biasanya digunakan suhu tinggi dan suhu rendah. Suhu sangat berpengaruh dalam melakukan stabilitas suatu bahan obat. Suhu yang terlalu rendah mungkin bisa membuat zat-zat aktif yang terkandung dalam obat  menjadi terurai.
Suhu lebur adalah suhu dimana suatu zat berubah dari keadaan padat menjadi agregat. Didalam bidang farmasi suatu senyawa obat murni dapat ditentukan kemurniannya dengan salah satunya jalan melalui titik leburnya. Selain itu penentuan titik lebur dari suatu bahan obat juga digunakan dalam pembuatan sediaan obat (terutama untuk obat yang diberikan secara rectal) dan diperlukan pada penentuan cara penyimpanan suatu sediaan obat agar tidak dapat atau mudah rusak pada suhu kamar tertentu. Dengan menentukan titik lebur dari suatu sample maka akan dapat diketahui apakah zat tersebut murni ataukah sudah terkontaminasi dengan pengotoran zat-zat lainnya. Contohnya penentuan titik lebur aspirin dengan menggunakan labu tile. Pada prinsipnya titik lebur suatu kristal adaalh temperatur dimana zat padat tersebut mulai melebur dibawah tekanan satu atmosfer. Dari hasil percobaan ini diperoleh titik lebur aspirin sebesar 141o C.
6.        Higroskopisitas
Banyak bahan-bahan obat, terutama bentuk-bentuk garam yang larut dalam air mempunyai kecenderungan unutk mengadsorbsi kelembapan atmosfer adsorpsi dan kesetimbangan lembap (uap air) dapat tergantung pada humiditas atmosfer (kelembapan udara), temperatur, luas permukaan, paparan, dan mekanisme pengambilan lembap. Bahan-bahan yang mudah mencair mengadsorpsi air dalam jumlah cukup untuk melarut dengan sempurna, sebagaimana pengamatan dengan natrium klorida pada suatu hari yang lembap.
Zat-zat higroskopis lain mengadsorpsi air karena pembentukan hidrat atau tempat adsorpsi spesifik. Pada sebagian besar bahan higroskopis, perubahan level lembap dapat sangat mempengaruhi tolak ukur yang penting seperti stabilitas kimia, kemampuan alir (flowability), dan kemampuan untuk bercampur (kompatibilitas).
7.        Spektra absorban
Spektra dapat diperoleh dari suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang tertentu melalui suatu sampel. Spektrofotometri merupakan suatu alat yang berguna untuk mempelajari keseimbangan kimia atau untuk menentukan laju reaksi kimia, zat kimia yang mengambil bagian dalam keseimbangan harus mempunyai spektra absorbsi yang berbeda dan seseorang dengan mudah mengamati variasi absorbsi pada panjang gelombang tertentu untuk setiap zat, sedang pH atau variabel kesetimbangan lainnya diubah-ubah. Jika seseorang menentukan konsentrasi dengan menggunakan hukum Beer dan mengetahui pH larutan maka dia dapat menghitung perkiraan pKa suatu obat. Contohnya jika obat merupakan suatu asam bebas (HA) dalam kesetimbangan dengan basanya (A-), maka
                        pKa = pH + log [HA] / [A-]
8.        Kelarutan
Suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, ia pertama-tama harus berada dalam larutan.
Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutannya. Kelarutan obat biasanya ditentukan dengan metode kelarutan kesetimbangan, dengan mana kelebihan obat ditempatkan dalam suatu pelarut dan diaduk pada suatu temperatur konstan selama periode waktu yang diperpanjang sampai kesetimbangan diperoleh.
Pengkajian kelarutan prafoemulasi terpusat pada sistem-sistem obat-pelarut yang dapat terjadi selama penyampaian suatu kandidat obat. Sebagai contoh, suatu obat untuk pemberian oral harus diuji kelarutannya dalam media yang mempunyai konsentrasi ion klorida isotonis dan pH asam. Walaupun rute pemberian mungkin tidak secara nyata ditentukan pada waktu itu, pengertian profil kelarutan obat dan mekanisme penglarutan yang memungkunkan, memberi suatu dasar bagi penelitian formulasi selanjutnya. Pengkajian kelarutan praformulasi biasanya meliputi penentuan pKa, ketergantungan temperatur, profil pH-kelarutan, produk-produk kelarutan, mekanisme penglarutan (solubilisasi), dan laju disolusi.
9.        Koefisien partisi
Untuk menghasilkan respon farmakologi, suatu molekul obat harus melewati membran biologis. Membran terdiri dari protein dan bahan lemak yang bertindak sebagai penghalang lipofilik tempat lalu lintas obat. Ketahanan penghalang terhadap perpindahan obat berhubungan dengan sifat lipofilik dan molekul yang sedang dipindahkan.
Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif.
Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Terdapat dua tahapan kerja obat topikal agar dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan menuju ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kedua tahapan tersebut adalah kondisi kulit, sifat fisikokimia obat sepert kelarutan obat dalam basis, koefisien partisi, koefisien difusi dan sifat fisikokimia basis gel seperti ukuran partikel. viskositas basis, pH basis dan sebagainya.
10.    Konstanta ionisasi
Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke dalam membrane biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis, pada umamnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya. Kebanyakan senyawa obat berupa asam atau basah lemah dan memiliki karakter ionik dan mempengaruhi proses transfer melalui sel membran. Diketahui bahwa pada umunya membran biologi  bersifat liofilik dan obat berpenetrasi melewati barier membran dalam bentukmolekul merupakan parameter absorpsiobat memegang peranan penting, sehingga dibutuhkan penelitian stabilitas dibutuhkan penelitian stabilitas dan solubilitas mobat dalam larutan. Contoh : Fenobarbital, turunan asam barbiturate yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasi dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek penekan fungsi system saraf pusat dan pernapasan.
11.    Aktivitas optikal
Aktivitas optik bisa terjadi karena ketidaksimetrisan molekul zat, atau karena sifat kristal secara keseluruhan. Larutan gula merupakan pemutar kanan (dextrorotatory), aktivitas optisnya merupakan pengaruh dari sifat molekul gulanya, atau pada kristal kuarsa optis yang aktivitas optisnya berhubungan dengan susunan kristalnya.
Aktivitas optis kristal kuarsa ini akan hilang jika kuarsa yag berrsangkutan dilebur atau dibiarkan membeku. Contohnya Gula memiliki dua kelompok yang didenotasikan dengan l dan d. Kelompok ini dipengaruhi oleh Glyceraldihide CH2OHCHOHCHO, isomer dari glyceraldehide inilah yang memutar bidang cahaya polarisasi. Bentuk spiral pada molekul gula mengakibatkan larutan gula mempunyai indeks bias yang berbeda. Hal ini berarti bahwa kedua komponen ini mempunyai cepat rambat yang berbeda. Sehingga jika suatu cahaya dilewatkan, setelah menempuh jarak tertentu didalam larutan gula, komponen polarisasi lingkaran ini akan mempunyai fasa yang berbeda. Karena perbedaan fase tersebut maka arah getar cahaya bidang berubah.

12.    Bentuk kristal dan amorf
Bahan-bahan obat padat bisa ada sebagai zat kristal murni dengan bentuk tertentu yang dapat diidentifikasi atau sebagai partikel-pertikel amorf struktur tertentu. Karakter kristal atau amorf dari suau zat obat bisa penting sekali dalam memudahkan formulasi dan penanganannya.
Bentuk amorf yang khas dibuat dengan pengendapan cepat, liofilisasi, atau pendinginan cepat dari cairan yang meleleh. Karena bentuk amorf biasanya mempunyai energi termodinamis yang lebih tinggi daripada bentuk kristal, kelarutan dan laju disolusinya umumnya lebih besar. Pada penyimpanan, zat padat amorf cenderung untuk berubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih stabil. Zat obat tertentu bisa dihasilkan dalam bentuk kristal atau amorf, karena bentuk amorf dari suau zat kimia biasanya lebih mudah larut dibandingkan dengan bentuk kristalnya, banyaknya absorpsi obat yang berbeda bisa dihasilkan dengan akibat berbedanya derajat aktivitas farmakologis yang diperoleh dari masing-masing. Dalam hal lain, bentuk kristal dari obat bisa digunakan karena kestabilannya yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk amorfnya.
Misalnya, bentuk kristal penisilin G baik sebagai garam kalium atau natrium jauh lebih stabil daripada bentuk amorf analognya. Jadi, dalam kerja formulasi yang meliputi penisilin G, bentuk kristal dipilih yang menghasilkan respons terapi yang baik.
13.    Sifat-sifat keadaan padat
Zat padat memiliki susunan partikel yang teratur, terus berdekatan, dan gaya tarik menarik antar partikelnya pun sangat kuat, gerak partikelnya juga tidak bebas, sifat zatnya berbentuk tetap dan volumenya pun juga tetap mengikuti zat tersebut
14.    Hidrat dan interaksi dengan air
Hidrat dan interaksi dengan air harus diperhatikan dalam preformulasi suatu sediaan. Hidrat adalah ikatan yang terbentuk apabila ada interaksi antata obat dengan air.

Bila pelarutnya adalah air, kompleksnya disebut hidrat. Batasan-batasan hemihidrat, monohidrat, dan dihidrat menjelaskan bentuk hidrat dengan ekuivalen molar air sama dengan setengah, satu, dan dua. Senyawa yang tidak mengandung air sama sekali dalam struktur kristalnya disebut anhidrat. Identifikasi dari senyawa-senyawa hidrat yang mungkin adalah penting, karena kelarutannya dalam air dapat bermakna kurang dari bentuk anhidratnya. Konversi dari senyawa anhidrat menjadi hidrat dalam bentuk sediaan tersebut bisa mengurangi laju disolusi dan besarnya absorpsi obat.

1 komentar: