Imunodefisiensi
merupakan defek pada salah satu atau lebih komponen imunitas tubuh yang dapat
menimbulkan gejala klinis, bahkan sampai mengancam nyawa. Terdapat beberapa
karakteristik utama imunifefisiensi, yaitu memiliki hasil akhir berupa
peningkatan suspektibilitas terhadap infeksi peningkatan suspektibilitas
terhadap kanker, peningkatan insidens autoimunitas, dan disebabkan oleh defek
maturasi/aktivasi limfosit. Imunodefisiensi dapat dibagi menjadi kelainan
imunodefisiensi primer yang hampir selalu ditentukan oleh faktr genetik, dan
imunodefisiensi sekunder, yang dapat muncul sebagai komplikasi dari kanker.
Infeksi, malnurtisi, atau efek samping imunsupresan, radiasi, atau kemoterapi.
1. Imunodefisiensi
primer
Sebagian besar penyakit imunodefisiensi
primer ditentukan secara genetik dan mempengaruhi bagian humoral dan/atau
seluler dari imunitas adaptif (dimediasi oleh sel limfosit B dan T), atau juga
mempengaruhi mekanisme defensif dari imunitas bawaan (Sel NK, fagosit atau
komplemen). Defek pada imunitas adaptif umumnya disubklasifikasikan pada
komponen yang terutama terkati (Sel B/T/keduanya)/ akan tetapi, pembagian ini
masih kurang jelas karena adanya keterkaitan antara satu komponen dengan
komponen yang lain yang menyebabkan antar komponen menjadi sulit. Walau umumnya
dianggap cukup jarang, bentuk ringan dari imunodefisiensi ini bermanifestasi
pada usia bayi (6 bulan – 2 tahun) dan terdeteksi karena bayu mengalami infeksi
rekuren.
Bruton’s Agammaglobulinemia
Kelainan ini ditandai oleh kegagalan preukursor Sel B (Sel pre-B dan Pro-B). Berkembang menjadi sel B matur. Hal ini disebabkan oleh adanya defek padagen kromosom x (q21.22) yang mengkode tirosin kinase sitoplasma yang bernama Bruton tyrosine kinase (Btk). Btk dibutuhkan sebagai suatu signal transducer dalam rearragemen dari light-chain imunoglobulin segihngga komponen yang dibutuhkan untuk maturasi sel B lengkap. Penyakit ini palig sering ditemukan pada pria, walau terdapat kasus sporadik pada wanita. Penyakit ini mulai terlihat pada usia 6 bulan setelah imunoglobulin maternal mulai habis ditandai dengan adanya infeksi rekuren pada saluran pernafasan, terutama oleh Haemophilius influenzae, Streptococcus pnemoniae, atau staphylococcus aureus. Infeksi giardia lablia juga dapat menjadi tanda dari keberadaan penyakit ini. Karakteristik utama dari penyakit meliputi: Absennya sel B di sirkulasi, serta penurunan level semua imunoglobulin di serum, Kurang berkembangnya nodus limfa, Peyer’s patches, appendiks dan tonsil, Absennya sel plasma di selurruh tubuh. Umumnya penyakit ini diatasi dengan pemberian replacemen therapy erupa imunoglobulin.
Common Variable Immunodeficiency
Sesungguhnya CVI merupakan kumpulan dari berbagai penyakit yang memilikibeberapa kesamaan fitur pada pasien, yaitu hipogammaglobulinemia, yang umumnya mempengaruhi semua kelas antibodi tetapi dapat juga hanya menyerang igG. Diagnosis CVI didapatkan setelah mengekslusikan penyakit lain. Belum ditemukan pola penurunan pada CVI yang familial. Berbeda dengan bruton’s agammaglobulinemia, level sel B pada darah dan sel limfoid berada pada level mendekati normal, akan tetapi mereka tidak dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma, diduga karena adanya mutasi pada beberapa molekul seperti ICOS atau BAFF. Manifestasi klinis dari penyakit ini menyerupai briuton’s agammaglobulinemia.
Isolated IgA Deficiency
Imunodefisiensi primer ini cukup sering ditemukan, terutama pada ras kaukasian. Seseorang dengan kondisi ini akan memiliki level igA yang rendah diserum dan yang disekreksikan. Penyebab dapat disebabkan genetik maupun infeksi karena toksoplasma, measles virus atau infeksi virus lain. Sebagian besar orang dengan penyakit ini tidak memunculkan simptom, akan tetapi karena IgA berpengaruh pada imunitas pada mukosa, terdapat kemungkinan lebih tinggi dalam terkena infeksi di traktus respirasi, gastrointestinal dan urogenital. Defisiensi IgA ini disebabkan oleh kegagalan diferensiasi limfosit B naif menjadi sel penyekresi IgA oleh karena penyebab yang belum diketahui.
Bruton’s Agammaglobulinemia
Kelainan ini ditandai oleh kegagalan preukursor Sel B (Sel pre-B dan Pro-B). Berkembang menjadi sel B matur. Hal ini disebabkan oleh adanya defek padagen kromosom x (q21.22) yang mengkode tirosin kinase sitoplasma yang bernama Bruton tyrosine kinase (Btk). Btk dibutuhkan sebagai suatu signal transducer dalam rearragemen dari light-chain imunoglobulin segihngga komponen yang dibutuhkan untuk maturasi sel B lengkap. Penyakit ini palig sering ditemukan pada pria, walau terdapat kasus sporadik pada wanita. Penyakit ini mulai terlihat pada usia 6 bulan setelah imunoglobulin maternal mulai habis ditandai dengan adanya infeksi rekuren pada saluran pernafasan, terutama oleh Haemophilius influenzae, Streptococcus pnemoniae, atau staphylococcus aureus. Infeksi giardia lablia juga dapat menjadi tanda dari keberadaan penyakit ini. Karakteristik utama dari penyakit meliputi: Absennya sel B di sirkulasi, serta penurunan level semua imunoglobulin di serum, Kurang berkembangnya nodus limfa, Peyer’s patches, appendiks dan tonsil, Absennya sel plasma di selurruh tubuh. Umumnya penyakit ini diatasi dengan pemberian replacemen therapy erupa imunoglobulin.
Common Variable Immunodeficiency
Sesungguhnya CVI merupakan kumpulan dari berbagai penyakit yang memilikibeberapa kesamaan fitur pada pasien, yaitu hipogammaglobulinemia, yang umumnya mempengaruhi semua kelas antibodi tetapi dapat juga hanya menyerang igG. Diagnosis CVI didapatkan setelah mengekslusikan penyakit lain. Belum ditemukan pola penurunan pada CVI yang familial. Berbeda dengan bruton’s agammaglobulinemia, level sel B pada darah dan sel limfoid berada pada level mendekati normal, akan tetapi mereka tidak dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma, diduga karena adanya mutasi pada beberapa molekul seperti ICOS atau BAFF. Manifestasi klinis dari penyakit ini menyerupai briuton’s agammaglobulinemia.
Isolated IgA Deficiency
Imunodefisiensi primer ini cukup sering ditemukan, terutama pada ras kaukasian. Seseorang dengan kondisi ini akan memiliki level igA yang rendah diserum dan yang disekreksikan. Penyebab dapat disebabkan genetik maupun infeksi karena toksoplasma, measles virus atau infeksi virus lain. Sebagian besar orang dengan penyakit ini tidak memunculkan simptom, akan tetapi karena IgA berpengaruh pada imunitas pada mukosa, terdapat kemungkinan lebih tinggi dalam terkena infeksi di traktus respirasi, gastrointestinal dan urogenital. Defisiensi IgA ini disebabkan oleh kegagalan diferensiasi limfosit B naif menjadi sel penyekresi IgA oleh karena penyebab yang belum diketahui.
d. Hyper-IgM
Syndrome
Pada sindrom ini, pasien dapat
memproduksi IgM tetapi mengalami defisiensi produksi IgG, IgA dan IgE. Hal ini
menyebabkan efek pada aktifitas respon imun oleh sel T helper, dimana maturasi
sel B dalam menyekresikan imunoglobulin berbeda akan terhambat. Sindrom ini
disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode CD40L pada lokus X126. Secara klinis,
seseorang dengan penyakit ini mengalami infeksi bakteri piogenik rekuren, serta
memiliki suspektibilitas terhadap pneumonia yang tinggi.
e. DiGeorge
Syndrome
Sindrom Digeorge merupakan suatu kondisi
dimana terjadi defisiensi sel T karena kegagalan perkembangan pharyngeal pouch
ketiga dan keempat yang berkaitan dengan perkembangan timus, paratiroid dan
sebagian sel-sel tiroid. Hal ini menyebabkan munculnya beberapa tanda sindrom
ini, yaitu menurunnya level sel T, tetanus, dan defek jantung kongenital.
Tampakan wajah, mulut, dan telinga menjadi abrnormal. Sindrom ini disebabkan
karena delesi gen pada kromosom 22q11.
f. Severe
Combined Immunodeficiency
Penyakit ini meruakan gabungan dari
beberaa sindrom yang memiliki defek umum baik pada imunias humoral dan seluler.
Umumnya bayi yang terkena sindrom ini megalami kandidiasis oral, diaper rash
dan kegagalan berkembang. Mereka juga sangat mudah terkena infeksi rekuren dan
berat oleh banyak patogen, termasuk Candida albicans, P. Jiroveci dan
Pseudomonas. Bentuk yang paling sering adalah yang disebabkan oleh defek kromos
X, dimana terjadi mutasi gamma-chain reseptro sitokin yang mengkode
interleukin. Bila terjadi defeek, maka bahkan mulai dari perkembangan limfosit
pun akan terpengaruh. Sebagian besar kasus SCI lainnya diturunkan secara
autosomal resesif, seperti pada defisiensi
enzim ADA (Adenosine deaminase) yang menyebabkan limfosit T imatur.
Pilihan penatalaksanaan utamanya berupa transplantasi sumsum tulang.
g. Wiskott-Aldrich
Syndrome
Sindrom ini merupakan sindrom X-linked
yang ditandai dengan trombistopenia, eksema, dan vulnerabilitas terhadap
infeksi rekuren sehngga menyebabkan kematian dini. Terdapat deplesi limfosit T
secara sekunder didarah perifer dan nodus limfe, dengan ketiadaan antibodi
untuk polisakrida serta level IgM yang menurun. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi
gen WASP pada lokus p11.23
h. Genetik
Deficiencis of the complemen system
Umumnya defisiensi komplemen disebabkan
oleh faktor genetik. Defisiensi komplemen yang paling sering adalah defisiensi
komplen C2, akan tetapi efeknya lebih kepada peningkatan suspektibilitas
seseorang terhadap penyakit autoimun. Terhadap infeksi rekuren bakeri piogen.
Defisiensi C5-9 menyebabkan adanya
peningkatan kemungkinan infeksi Neisseria karena efek litik C-5-9. Defek pada
inhibito komplemen C1 menyebabkan terjadnya angioedemapada kulit dan permukaan
bermukosa.
2. Imunodefisiensi
Sekunder
Imunodefisiensi sekunder dapat dijumpai
pada individu dengan berbagai kondisi. Penyebab yang paling sering aalah virus
HIV. Secara umum, immunodefisiensi sekunde disebabkan oleh dua mekanisme utama,
yaitu imunosupresi yang muncul akibat kompliasi dari penyakit atau keadaan
lain, dan imunodefisiensi iatrogenik yangmuncul sebagai efek samping dari suatu
terapi atau perlakuan lain.
-
Malnutris adalah
penyakit atau keaaan yang dapat menyebabkan imunodefisiensi meliputi:
Malnutrisi
protein-kaliri sering ditemuan di negara berkembang dan siassiasikan dengan
gangguan imunitas selular dan hunooral pada mikroorganisme yang disebabkan oleh
ngangguan proses metabolik tubuh. Gangguan ini dikarenakan efisiensi komsumsi
potein, lemak, vitamin, dan mineral dan akan mempengaruhi maturasi serta fungsi
dari sel-sel imun.
a. Kanker
Pasien dengan kanker yang telah menyebar
luas umumnya sudah terinfeksi mikroorganismekarena defek pada respons imun
humoral dan selular. Tumor bone marrow dan leukimiayang muncul di sumsum tulang
belakang dapat mengganggu pertumbuhan limfosit dan leukosit normal. Selain itu,
tumor dapat memproduksi suubstansi yang menghambat perkembangan atau funsi
limfosit, seperti padda penyait Hodgkin. Dapat pula terjadi anergi, yaitu suatu
kondisi dimana sistem imun tidak dapat menginduksi respon imun terhadap
antigen.
b. Infeksi
Ineksi selain HIV, infeksi lain juga
dapat menyebabkan respon imuun contohnya pada virus measledan HTLV-1 (Human
T-cell Lympothropik virus-1) yang kduanya menginfeksi limfosit. HLTV merupakan retrovirus
mirip HIV, akan tetapi HTLV-1 bekerja dengan mengubah sel T helper menjadi sel
T menyebabkan infeksi opotunistik. Selain infeksi kronik Mycobacterium
tuberculosis, berbgai jenis fungi dan berbagai jenis parasit juga dapat
menyebabkan imunosupresi.
c. Pemberian
obat
Beberapa obat diberikan untuk menyupresi
respon imun, seperti koortikosteroid dan siklosporin. Selain itu, kemoterapi
pada penderita kanker juga memiliki efek samping berupa imunosupresi berupa
efek sitotoksik pada limfosit selama beberapa saat, sehingga pasien kanker yang
baru menjalani kemoterapi akan mengalami satu periode dimana dia akan lebih
mudah terinfeksi oleh suatu mikroorganisme.
d. Pengankatan
Lien
Seseorang yang mengalami pengangkatan
lien sebagai terapi karena trauma atau kondisi hematologi dapat menyebabkan
adanya pengingkatan suspektibilitas terhadap infeksi, terutama bakteri
encapsulated seperti streptococcus pneumoniae. Hal ini disebabkan oleh defek
klirens mikroba teropsonisasi didarah yang semestinya dilakukan lien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar