MODUL
V
Judul
Percobaan
Analisis
Urin
Tujuan
Percobaan
Mengetahui
sifat dan kandungan kimiawi urin normal dan urin patologis
Dasar
Teori
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal
sebagai akibat kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma
(Frandson, 1992). Urine atau urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi
urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Ningsih, 2012).
Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan)
(Budiyanto, 2013).
Pada filtrasi terjadi proses sebagai berikut. Filtrasi
darah terjadi di glomerulus, yaitu kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam
kapsul Bowman. Pada glomerulus terdapat sel-sel endotelium sehingga memudahkan
proses penyaringan. Selain itu, di glomerulus juga terjadi pengikatan sel-sel
darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma agar tidak ikut
dikeluarkan. Hasil proses infiltrasi ini berupa urine primer (filtrate
glomerulus) yang komposisinya mirip dengan darah, tetapi tidak mengandung
protein. Di dalam urine primer dapat ditemukan asam amino, glukosa, natrium, kalium,
ion-ion, dan garam-garam lainnya (Budiyanto, 2013).
Proses reabsorpsi terjadi di dalam pembuluh (tubulus)
proksimal. Proses ini terjadi setelah urine primer hasil proses infiltrasi
mengalir dalam pembuluh (tubulus) proksimal. Bahan-bahan yang diserap dalam
proses reabsorpsi ini adalah bahan-bahan yang masih berguna, antara lain
glukosa, asam amino, dan sejumlah besar ion-ion anorganik. Selain itu, air yang
terdapat dalam urine primer juga mengalami reabsorpsi melalui proses osmosis, sedangkan reabsorpsi
bahan-bahan lainnya berlangsung secara transpor aktif. Proses penyerapan air
juga terjadi di dalam tubulus distal. Kemudian, bahan-bahan yang telah diserap
kembali oleh tubulus proksimal dikembalikan ke dalam darah melalui pembuluh
kapiler yang ada di sekeliling tubulus. Proses reabsorpsi ini juga terjadi di
lengkung Henle, khususnya ion natrium. Hasil proses reabsorpsi adalah urine
sekunder yang memiliki komposisi zat-zat penyusun yang sangat berbeda dengan
urine primer. Dalam urine sekunder tidak ditemukan zat-zat yang masih
dibutuhkan tubuh dan kadar urine meningkat dibandingkan di dalam urine primer
(Budiyanto, 2013).
Pada augmentasi, terjadi proses sebagai berikut. Urine
sekunder selanjutnya masuk ke tubulus kontortus distal dan saluran pengumpul.
Di dalam saluran ini terjadi proses penambahan zat-zat sisa yang tidak
bermanfaat bagi tubuh. Kemudian, urine yang sesungguhnya masuk ke kandung kemih
(vesika urinaria) melalui ureter. Selanjutnya, urine tersebut akan dikeluarkan
dari tubuh melalui uretra. Urine mengandung urea, asam urine, amonia, dan
sisa-sisa pembongkaran protein. Selain itu, mengandung zat-zat yang berlebihan
dalam darah, seperti vitamin C, obat-obatan, dan hormon serta garam-garam
(Budiyanto, 2013).
Urin sering dianggap hasil buangan yang sudah tidak
berguna. Padahal urin sangat membantu dalam pemeriksaan medis. Urin merupakan
salah satu cairan fisiologis yang sering dijadikan bahan untuk pemeriksaan
(pemeriksaan visual, pemeriksaan mikroskopis, dan menggunakan kertas kimia) dan
menjadi salah satu parameter kesehatan dari pasien yang diperiksa. Selain
darah, urin juga menjadi komponen yang penting dalam diagnosis keadaan
kesehatan seseorang. Ada 3 macam pemeriksaan, antara lain : (1) pemeriksaan
visual. Urin mengindikasikan kesehatan yang baik bila terlihat bersih. Bila
tidak, maka ada masalah dalam tubuh. Kesehatan bermasalah biasanya ditunjukkan
oleh kekeruhan, aroma tidak biasa, dan warna abnormal; (2) Tes yang menggunakan
kertas kimia yang akan berganti warna bila substansi tertentu terdeteksi atau
ada di atas normal; (3) Hasil yang datang dari pemeriksaan mikroskopis yang
dilakukan untuk mengetahui apakah kandungan berikut ini berada di atas normal
atau tidak (Ganong 2002).
Dalam basoeki (2000) disebutkan bahwa pada proses
urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi
zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa
analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri. (basoeki, 2000).
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri. (basoeki, 2000).
Karakteristik urin normal memiliki warna urin pagi
(yang diambil sesaat setelah bangun pagi) sedikit lebih gelap dibanding urin di
waktu lainnya. Warna urin normal kuning pucat sampai kuning. Nilai normal
1.003-1.03 g/mL Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, misalnya umur. Berat
jenis urin dewasa berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir)
berkisar pada 1.012, dan bayi 1.002-1.006. Urin pagi memiliki berat jenis lebih
tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar 1.026. Urin berbau harum atau
tidak berbau, tetapi juga tergantung dari bahan-bahan yang diekskresi. Normal
urin berbau aromatik yang memusingkan. Bau merupakan indikasi adanya masalah
seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu. urin yang normal rata-rata
1-2 liter / hari. Kekurangan minum menyebabkan kepekatan urin meningkat
(konsentrasi semua substansi dalam urin meningkat) sehingga mempermudah pembentukan
batu. pH urin dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari,
dipengaruhi oleh konsumsi makanan, bersifat basa setelah makan, lalu menurun
dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun
tidur) bersifat lebih asam. (Evelyn 1993).
Hasil
Pengamatan
Sampel Urin
|
Klorida
|
Sulfat
|
Glukosa
|
Uji Biuret
|
Normal
|
+
|
+
|
-
|
-
|
DM
|
+
|
+
|
-
|
-
|
Penyakit Ginjal
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Orang Hamil
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Pembahasan
Uji Klorida
Uji
klorida ini bertujuan untuk menguji kadar klorida yang terdapat dalam urin. Uji
klorida pada urin dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes HNO3 dan
1 mL AgNO3 10 % pada
masing-masing tabung reaksi yang telah dimasukkan urin normal dan urin
patologis ( urin orang hamil, urin DM, dan urin penyakit ginjal). Pada urin,
akan terbentuk endapan berwarna putih. Terbentuknya endapan putih ini karena
terjadi pengikatan ion Cl- oleh senyawa perak nitrat, dan hal ini
menunjukkan terdapatnya kandungan klorida dalam urin yang merupakan zat atau
kandungan yang seharusnya memang harus ada dalam urin sebagai hasil ekskresi
sisa metabolime dalam tubuh (Thenawijaya, 1995).
Klorida
merupakan suatu elektrolit yang memiliki peranan penting dalam menjaga
keseimbangan cairan di dalam dan di luar sel-sel tubuh, serta mempertahankan
volume darah normal, tekanan darah, dan pH cairan tubuh. Sebagian besar Cl di
dalam tubuh berasal dari garam (NaCl) yang terdapat dalam makanan yang
dikonsumsi. Klorida diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal, dan kelebihannya
akan dikeluarkan melalui urin.
Dari
percobaan yang dilakukan maka didapatkan persamaan reaksi sebagai berikut:
2NaCL + AgNO3 Na2NO3 +
AgCl2
Uji Sulfat
Sulfat
merupakan mineral anorganik urin dari sisa metabolisme dalam tubuh dan merupakan
salah satu bahan yang terlarut dalam urine. Pada pengujian ion sulfat, ion ini
termasuk ke dalam golongan asam sulfat. Adanya ion sulfat dapat diuji dengan
menambahkan beberapa tetes larutan HCl encer dan 1 mL BaCl2 pada
masing-masing tabung reaksi yang berisi 1 mL urin normal dan urin patologis (urin
orang hamil, urin DM, dan urin penyakit ginjal) yang kemudian akan membentuk
endapan putih. Terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya belerang
anorganik. Endapan putih ini menunjukkan adanya kandungan sulfat dalam urin
yang merupakan salah satu unsur normal urin karena termasuk dalam bahan-bahan
yang terlarut dalam urin.
Dari
percobaan yang dilakukan maka didapatkan persamaan reaksi sebagai berikut:
BaCl2 + SO42- BaSO4 + 2 Cl-
Uji Biuret
Pada
uji ini bertujuan untuk menguji kadar protein yang terdapat pada urin. Albumin
merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekunya yang cukup besar. Urin
yang mengandung albumin atau protein ini menandakan adanya gangguan fisiologi
pada organ filtrasi pada ginjal, dalam kata lain penyaringan terjadi tidak
sempurna (Ganong, 2008). Hal pertama yang dilakukan yaitu memasukkan 2 mL urin
normal dan 2 mL urin patologis (urin orang hamil, urin DM, dan urin penyakit
ginjal) yang akan diuji pada masing-masing tabung reaksi, kemudian di tambahkan
8 tetes larutan reagen biuret.
Dari
hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa hanya urin penyakit ginjal yang berubah
menjadi warna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kandungan protein dalam
urin tersebut.
Dari
percobaan yang dilakukan maka didapatkan persamaan reaksi sebagai berikut:
2NaOH + 2CuSO4 2NaSO4 + 2CuOH
Uji
Glukosa
Uji
glukosa ini bertujuan mengetahui ada tidaknya glukosa yang terkandung dalam
urin. Jika terdapat glukosa dalam urin maka orang tersebut mempunyai gangguan
pada bagian penyaring ginjal sama halnya pada penderita penyakit gagal ginjal
serta pada pankreas untuk memproduksi hormon insulin yang berfungsi mengatur kadar glukosa dalam
darah, insulin akan mengubah glukosa yang berlebihan dalam darah menjadi
glikogen dan kemudian disimpan dalam otot sebagai cadangan energi (Ganong,
2008).
Pada
uji ini dilakukan uji benedict, dimana prinsip uji benedict ini merupakan uji
umum untuk mengetahui adanya gula pereduksi. Pada praktikum kali ini, disiapkan
2 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1 mL urin normal dan 1 mL urin
patologis (urin orang hamil, urin DM, dan urin penyakit ginjal) yang kemudian
ditambahkan 1-2 mL reagen benedict lalu larutan dipanaskan dalam air mendidih
diatas penangas air kurang lebih selama 5 menit. Dari hasil pengamatan, dapat
diketahui bahwa sampel urin DM tidak mengandung glukosa. Seharusnya urin DM ini
mengandung glukosa, tetapi dalam percobaan ini di dalam urin tersebut tidak
terkandung glukosa. Hal ini disebabkan karena mungkin penderita belum
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung glukosa atau karbohidrat dalam waktu
yang cukup lama misalnya selama seminggu, maka hal ini akan mempengaruhi kadar
glukosa dalam darah yaitu hanya sedikit dan hasilnya seperti layaknya urin
normal. Untuk urin penderita gagal ginjal terbentuk endapan warna kuning dan
urin orang hamil terbentuk endapan putih. Hal ini menunjukkan bahwa dalam urin
penderita gagal ginjal bukan hanya terkandung protein melainkan terkandung juga
glukosa di dalamnya, dan endapan putih pada urin orang hamil menunjukkan bahwa urin
yang dijadikan sampel tersebut telah lama dieksresikan atau dapat dikatakan
bukan urin baru sehingga terbentuk endapan putih tersebut.
Kesimpulan
Dari
percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kandungan kimia urin normal
dan urin patologis memiliki perbedaan yaitu dalam urin normal terdapat klorida,
sulfur dan selebihnya yang menurut literatur mengandung unsur urea, amonia,
kreatinin dan kreatin, asam amino, asam urat dan unsur fosfat. Sedangkan untuk
urin patologis didapatkan kandungan kimia yang abnormal seperti protein dan
glukosa.
Analisis
urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan
pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi
analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu.
Kemungkinan
Kesalahan
Dalam praktikum ini
adanya kemungkinan kesalahan berupa kurangnya keterampilan praktikan dalam
memanaskan sampel pada uji glukosa, dan kurangnya ketelitian praktikan dalam
menambahkan beberapa tetes sampai beberapa mL larutan pereaksi sehingga
konsentrasi di dalmnya berbeda-beda dan menghasilkan hasil yang kurang sesuai.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahmat, A. S.
2013. Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo
Armstrong, F. B. 1995. Buku Ajar Biokimia Edisi ketiga.
Jakarta: EGC
Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC
Ganong, W. F. 2008. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta:
EGC
Girindra, A. 1986. Biokimia
I. Jakarta: Gramedia
Saktiyono. 2008. Seribu Pena Biologi. Jakarta: Erlangga
Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Jakarta: Erlangga
Boleh minta daftar pustaka ningsih 2012 dan budiyanto 2013
BalasHapus